Bangsa
atau Etnik dianugerahkan Tuhan sejak seseorang mulai bernapas di dunìa.
Partikel Tuhan tersebut tak dapat dielakkan atau ditawar seorang bayi
karena dilahirkan di suatu Bangsa atau Etnik tertentu. Kisah perjalanan
hidup saya terlahir, menetap dan hidup di Indonesia patut disyukuri
namun tidak dengan kata sangat beryukur. Hal ini disebabkan dalam
menempuh jalan hidup di Indonesia memerlukan tenaga dan mental yang
harus ekstra kuat. Bukan berarti hal tersebut tak berlaku jika saya
hidup di negara lain. Namun suatu kenyataan yang perih, negara yang
katanya disebut surga dunia dan saya yakin diciptakan Tuhan untuk
mensejahterakan penghuninya justru berdampak sebaliknya. Karena para
pemimpin yang mendalami konteks perseorangan. Konteks tersebut dijadikan
pedang untuk membunuh dan terbunuh di peperangan menaklukkan tanah air
Indonesia. Tanah berubah jadi debu dan air berubah jadi darah. Bagaikan
kancil memakan singa, Para Pemimpin Indonesia memperalat rakyatnya
dengan cara biasa namun mematikan. Halaman - halaman pembukuan keuangan
Negara berisi usus - usus mereka yang kian hari semakin buntu memampung
hasil kinerja sukses penelitian ketahanan mental baja Rakyat Indonesia
yang terus - menerus disulut oleh api ( membunuh secara perlahan - lahan
) Dalam Intermeso cerita ini izinkan saya memperkenalkan diri. Saya
bernama Robby Viory Fansya, nama yang kurang pantas untuk berdomisili
di dunia politik. Saya berumur 20 tahun. Saya bertempat tinggal di Desa
Rantau Panjang Kecamatan Buay Rawan Kabupaten Oku Selatan, Sumatera
Selatan. Sebelumnya saya terlahir dan bertempat tinggal di Kota Bandar
Lampung, Lampung. Saya anak Sulung dari lima bersaudara, anak yang
paling diharapkan untuk menumbuhkan atau mengangkat martabat dan derajat
keluarga. Saya lulusan Sekolah Menengah Atas dengan ijazah yang masih
mengapung dimana saya bersekolah dahulu. Bukan salah sekolah yang
menahan ijazah tersebut, tetapi memang saya belum pantas mempunyai
martabat di Indonesia karena ijazah wibawa lebih berguna di Indonesia.
Sebenarnya semua itu di sebabkan masalah keluargaku yang terlibat
insolvensi pada sebuah Bank Swasta. Saya saat ini bekerja sebagai
karyawan bayangan sebuah Perusahaan Harian Umum sebagai asisten
wartawan. Semua ini saya lakukan karena gaji yang cukup lumayan dan
tentunya menambah pengalaman hidup. Untuk belajar pengalaman pahitnya
hidup, kebetulan saya hidup di negara yang tepat. Bukan hanya memjadi
asisten wartawan, menjadi buruh tani pun kujalani disini. Dahulu, saya
orang yang bisa di bilang pemalas. Namun setelah semua teresapi, hidup
bukan hanya masalah hanya mendapat kebahagiaan lalu senang, tetapi
kesenangan juga bisa raih sebagai manusia dalam pencapainya meraih
kebahagian. Jangan menunggu sampai terdesak untuk meraih kesuksesam.
Kesuksesan lebih rentan keberhasilannya jika kita lakukan lebih awal di
usia yang muda. Pulang ke Desa sebenarnya sebuah pilihan yang berat buat
saya dan keluarga. Dengan pekerjaan ayah saya menjadi wiraswastawan
kami terpaksa Melakukannya. Hidup berwiraswasta dengan sedikit modal di
Kota kurang membantu menjalani kehidupan keluarga kami. Seakan petir tak
berwujud saat menyambar dunia, keluargaku mengalami krisis ekonomi dan
harus pindah ke Desa dimana nenek saya bertempat tinggal. Disinilah saya
belajar bertahan dan mengubah hidup. Di Desa indah dan kaya akan
kekayaan alamnya. Sebagai manusia biologis, saya cukup mendapatkan
kepuasan dengan kenindahan alam yang menyejukkan jasmani dan rohani.
Saya berharap mudah - mudahan Tuhan menjaga tangan saya agar kelak tak
merusak maha karya yang telah diberikannya. Pikiranku berintuisi apa
yang saya jalani dalam penggapain kesuksesan bersieat terpaksa dan
sementara disebabkan keaadaan yang sulit menyandera. Setelah saya cerna,
rupanya hal tersebut disebabkan kehidupan yang begitu mahal harganya,
meskipun dengan bayaran berangsur - berangsur. Keajaiban bukan karena
kita dapat menbangun gedung dakam waktu satu malam, tetapi keajaiban
justru terjadi sewaktu pencapaian pembangunan gedung tersebut dalam
waktu yang bertahap. Untuk itu saya ingin sekali mencoba membuat
keajaiban tersebut bahkan untuk dunia. Karena saya memulainya dari
lingkup keluarga dan hasilnya luar biasa. Di daerah ini saya mempunyai
pemimpin yang bijak dan loyalty. Pemimpin Kabupaten Oku Selatan memiliki
hobi berinvestasi di dalam segala aspek : wibawa, derajat, harata, dsb.
Pemimpinku lebih dominan mementingkan kesejahteraan rakyatnya dengan
cara membeli aset rakyat agar untuk sementara waktu mereka dapat
bernapas. Di Masa depan kelak tanah desaku hanya memiliki satu penguasa
aset yaitu sang pemburu kekayaan masa depan terdahulu. Aku yakin jika
pemimpin sedikit memberi keajaiban terhadap Rakyat, bukan justru
nengambilnya suatu saat daerah ini bkan maju dalam sistem perekomian dan
lainnya. Jika ada seorang pemimpin yang akan memberikan trik sulap
nyata dan terbuka tanpa trik bayangan yang sebenarnya mematikan secara
perlahan. Jadi tidak salah jika dilahirkan di Indonesia, aku dan lainnya
hanya kurang tepat dalam menjalani. Sebagai contoh : tidaklah mudah
menjadi presiden karena menjadi presiden bukan penguraian kata yang
begitu saja diucapkan tetapi perbuatan memikul tugas berat membuat
keajaiban dalam pencapaian kesejahteraan dan kedamian rakyatnya. Saya
mempunyai saran kepada pemerintah buatlah keajaiban secara bertahap,
dari kecil lalu yang ke lebih besar. Ingat keajaiban diciptakan
sebenarnya bukan terjadi begitu saja, tetapi dengan kiat - kiat usaha
yang perlahan terlampirkan kebahagian.
Up Next Tommorow
Written by Robby Viory Fansya
0 komentar:
Posting Komentar