Rabu, 04 Juli 2012

Tidak Mudah Terlahir Di Negara Indonesia

Bangsa atau Etnik dianugerahkan Tuhan sejak seseorang mulai bernapas di dunìa. Partikel Tuhan tersebut tak dapat dielakkan atau ditawar seorang bayi karena dilahirkan di suatu Bangsa atau Etnik tertentu. Kisah perjalanan hidup saya terlahir, menetap dan hidup di Indonesia patut disyukuri namun tidak dengan kata sangat beryukur. Hal ini disebabkan dalam menempuh jalan hidup di Indonesia memerlukan tenaga dan mental yang harus ekstra kuat. Bukan berarti hal tersebut tak berlaku jika saya hidup di negara lain. Namun suatu kenyataan yang perih, negara yang katanya disebut surga dunia dan saya yakin diciptakan Tuhan untuk mensejahterakan penghuninya justru berdampak sebaliknya. Karena para pemimpin yang mendalami konteks perseorangan. Konteks tersebut dijadikan pedang untuk membunuh dan terbunuh di peperangan menaklukkan tanah air Indonesia. Tanah berubah jadi debu dan air berubah jadi darah. Bagaikan kancil memakan singa, Para Pemimpin Indonesia memperalat rakyatnya dengan cara biasa namun mematikan. Halaman - halaman pembukuan keuangan Negara berisi usus - usus mereka yang kian hari semakin buntu memampung hasil kinerja sukses penelitian ketahanan mental baja Rakyat Indonesia yang terus - menerus disulut oleh api ( membunuh secara perlahan - lahan ) Dalam Intermeso cerita ini izinkan saya memperkenalkan diri. Saya  bernama  Robby Viory Fansya, nama yang kurang pantas untuk berdomisili di dunia politik. Saya berumur 20 tahun. Saya bertempat tinggal di Desa Rantau Panjang Kecamatan Buay Rawan Kabupaten Oku Selatan, Sumatera Selatan. Sebelumnya saya terlahir dan bertempat tinggal di Kota Bandar Lampung, Lampung. Saya anak Sulung dari lima bersaudara, anak yang paling diharapkan untuk menumbuhkan atau mengangkat martabat dan derajat keluarga. Saya lulusan Sekolah Menengah Atas dengan ijazah yang masih mengapung dimana saya bersekolah dahulu. Bukan salah sekolah yang menahan ijazah tersebut, tetapi memang saya belum pantas mempunyai martabat di Indonesia karena ijazah wibawa lebih berguna di Indonesia. Sebenarnya semua itu di sebabkan masalah keluargaku yang terlibat insolvensi pada sebuah Bank Swasta. Saya saat ini bekerja sebagai karyawan bayangan sebuah Perusahaan Harian Umum sebagai asisten wartawan. Semua ini saya lakukan karena gaji yang cukup lumayan dan tentunya menambah pengalaman hidup. Untuk belajar pengalaman pahitnya hidup, kebetulan  saya hidup di negara yang tepat. Bukan hanya memjadi asisten wartawan, menjadi buruh tani pun kujalani disini. Dahulu, saya orang yang bisa di bilang pemalas. Namun setelah semua teresapi, hidup bukan hanya masalah hanya mendapat kebahagiaan lalu senang, tetapi kesenangan juga bisa raih sebagai manusia dalam pencapainya meraih kebahagian. Jangan menunggu sampai terdesak untuk meraih kesuksesam. Kesuksesan lebih rentan keberhasilannya jika kita lakukan lebih awal di usia yang muda. Pulang ke Desa sebenarnya sebuah pilihan yang berat buat saya dan keluarga. Dengan pekerjaan ayah saya menjadi wiraswastawan kami terpaksa Melakukannya. Hidup berwiraswasta dengan sedikit modal di Kota kurang membantu menjalani kehidupan keluarga kami. Seakan petir tak berwujud saat menyambar dunia, keluargaku mengalami krisis ekonomi dan harus pindah ke Desa dimana nenek saya bertempat tinggal. Disinilah saya belajar bertahan dan mengubah hidup. Di Desa indah dan kaya akan kekayaan alamnya. Sebagai manusia biologis, saya cukup mendapatkan kepuasan dengan kenindahan alam yang menyejukkan jasmani dan rohani. Saya berharap mudah - mudahan Tuhan menjaga tangan saya agar kelak tak merusak maha karya yang telah diberikannya. Pikiranku berintuisi apa yang saya jalani dalam penggapain kesuksesan bersieat terpaksa dan sementara disebabkan keaadaan yang sulit menyandera. Setelah saya cerna, rupanya hal tersebut disebabkan kehidupan yang begitu mahal harganya, meskipun dengan bayaran berangsur - berangsur. Keajaiban bukan karena kita dapat menbangun gedung dakam waktu satu malam, tetapi keajaiban justru terjadi sewaktu pencapaian pembangunan gedung tersebut dalam waktu yang bertahap. Untuk itu saya ingin sekali mencoba membuat keajaiban tersebut bahkan untuk dunia. Karena saya memulainya dari lingkup keluarga dan hasilnya luar biasa. Di daerah ini saya mempunyai pemimpin yang bijak dan loyalty. Pemimpin Kabupaten Oku Selatan memiliki hobi berinvestasi di dalam segala aspek : wibawa, derajat, harata, dsb. Pemimpinku lebih dominan mementingkan kesejahteraan rakyatnya dengan cara membeli aset rakyat agar untuk sementara waktu mereka dapat bernapas. Di Masa depan kelak tanah desaku hanya memiliki satu penguasa aset yaitu sang pemburu kekayaan masa depan terdahulu. Aku yakin jika pemimpin sedikit memberi keajaiban terhadap Rakyat, bukan justru nengambilnya suatu saat daerah ini bkan maju dalam sistem perekomian dan lainnya. Jika ada seorang pemimpin yang akan memberikan trik sulap nyata dan terbuka tanpa trik bayangan yang sebenarnya mematikan secara perlahan. Jadi tidak salah jika dilahirkan di Indonesia, aku dan lainnya hanya kurang tepat dalam menjalani. Sebagai contoh : tidaklah mudah menjadi presiden karena menjadi presiden bukan penguraian kata yang begitu saja diucapkan tetapi perbuatan memikul tugas berat membuat keajaiban dalam pencapaian kesejahteraan dan kedamian rakyatnya. Saya mempunyai saran kepada pemerintah buatlah keajaiban secara bertahap, dari kecil lalu yang ke lebih besar. Ingat keajaiban diciptakan sebenarnya bukan terjadi begitu saja, tetapi dengan kiat - kiat usaha yang perlahan terlampirkan kebahagian. 

Up Next Tommorow
Written by Robby Viory Fansya

0 komentar:

Posting Komentar